Senin, 27 April 2015

Jumat, 01 Oktober 2010

Menggerakkan Benda Dengan Cahaya Dalam Skala Meter

Dulu, menggerakkan obyek-obyek dengan cahaya hanya mampu dilakukan dalam skala yang sangat kecil. Sekarang para ilmuwan menggerakkannya dalam skala meter.

Memindahkan Benda Dengan Cahaya

Lebih dari 40 tahun para ilmuwan menggunakan tekanan radiasi cahaya untuk memanipulasi obyek-obyek kecil di luar angkasa, akan tetapi hingga saat ini pergerakan obyek-obyek tersebut hanya terbatas pada skala yang sangat kecil, biasanya hanya beberapa ratus mikrometer dan kebanyakan dilakukan pada cairan-cairan. Pada penelitian baru, para ilmuwan mendemonstrasikan suatu teknik yang menghasilkan manipulasi optik sangat besar di udara dengan menggunakan penangkap optik yang bisa menggerakkan obyek berukuran 100 mikrometer melintasi jarak dalam skala meter dengan akurasi sekitar 10 mikrometer.

Para peneliti yakni Vladlen Shvedov dari Universitas Nasional Australia di Canberra dan Universitas Nasional Tavrida di Simferopol, Ukraina dan rekan-rekan penelitinya mempublikasikan penelitian mereka di edisi terakhir Physical Review Letters baru-baru ini.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ilmuwan, menggerakkan obyek dengan cahaya bisa dilakukan dengan menggunakan efek fotoresis di udara serta gas-gas lainnya. Ketika suatu partikel dipanaskan secara tidak merata oleh cahaya, molekul-molekul gas sekitar melambung dari permukaan partikel dengan kecepatan berbeda yang menghasilkan tenaga pada partikel itu yang menekannya ke arah dari iluminasi atau cahaya yang lebih tinggi ke iluminasi yang lebih rendah.

Dalam studi baru tersebut, para ilmuwan memodifikasi sistem penangkap cahaya yang biasa digunakan dengan menggabungkan pusaran sinar optik dengan sebuah bagian yang serupa kue donat untuk membuat saluran pipa optik tempat lingkaran terang intensitas cahaya berfungsi sebagai penahan "dinding pipa" yang menangkap partikel-partikel penyerap cahaya di pusat gelap sinar tersebut. Komponen aksial tenaga termal pusaran sinar menekan partikel-partikel di sepanjang saluran pipa, dan sebuah cermin yang bisa digerakkan dapat mengontrol arah sinar untuk membidik partikel-partikel pada target-target yang berada pada jarak sampai satu meter.

Para peneliti mendemonstrasikan manipulasi optik jarak jauh dengan menggunakan dua jenis partikel yaitu kelompok partikel-partikel nano karbon berdiameter 100 nanometer hingga 100 mikrometer dan mikrosfer gelas berlubang berlapis karbon yang berdiameter 50 hingga 100 mikrometer. Dalam kedua kasus, permukaan karbon menjadikan obyek-obyek tersebut penyerap cahaya yang baik yang memiliki reflektivitas yang sangat rendah. Eksperimen-eksperimen tersebut menunjukkan bahwa kecepatan fotoresis partikel-partikel (yang ada dalam urutan beberapa milimeter per detik) tersebut bervariasi tergantung pada struktur internal partikel-partikel itu dan variasi-variasi yang berhubungan dengan massa.

"Tiga hal ilmiah baru yang cukup berbeda digabungkan dalam satu eksperimen," kata rekan peneliti Andrei Rode dari Universitas Nasional Australia, seperti yang dilansir oleh PhysOrg. "Hal-hal tersebut ialah penggunaan tenaga termal fotoresis untuk menggerakan partikel-partikel di udara yang berlawanan dengan tenaga tekanan cahaya atau tenaga radiasi dalam pinset optik dalam cairan, penggunaan pusaran sinar optik dengan bentuk serupa kue donat pada bagian persilangan untuk membentuk saluran pipa pusaran optik, dan penggunaan partikel-partikel penyerap cahaya dengan konduktivitas termal rendah seperti kelompok partikel nano karbon dan kas-kas gelas mikro berlapis karbon."

Seperti yang didemonstrasikan oleh para peneliti, teknik tersebut bisa memungkinkan partikel-partikel penyerap cahaya untuk dimanipulasi dengan tingakt akurasi tinggi bahkan pada jarak jauh. Para peneliti bisa menggerakkan partikel-partikel ke suatu target yang berada pada jarak 0,5 meter dengan akurasi 10 mikrometer yang mereka demonstrasikan dengan menggunakan partikel-partikel berdiameter antara 60 hingga 100 mikrometer.

"Semakin jauh jaraknya, semakin besar tenaga laser yang dibutuhkan sehingga semakin tinggi bahaya kelebihan panas atau bahkan partikel-partikel terbakar," kata Rode. "Jadi jaraknya sangat tergantung pada sifat-sifat partikel. Dengan partikel-partikel yang kami gunakan, seharusnya tak ada tantangan besar untuk memindahkannya hingga jarak 10 meter."

Memanipulasi partikel-partikel dengan optik melintasi jarak seperti itu bisa untuk beberapa aplikasi seperti transportasi bebas sentuh wadah-wadah yang berisi zat-zat yang sangat murni atau berbahaya termasuk virus-virus, sel-sel hidup dan gas-gas. Sebagaimana didemonstrasikan oleh para ilmuwan, teknik tersebut memungkinkan para peneliti untuk menggerakkan wadah-wadah pada arah yang berlawanan, mempercepatnya hingga beberapa sentimeter per detik, atau menahannya pada tempat yang tak bergerak di lokasi mana saja dalam saluran pipa. Oleh karena teknik tersebut bisa diaplikasikan ke berbagai bahan, teknik itu bisa juga digunakan untuk mempelajari partikel-partikel di udara seperti aerosol-aerosol dan juga untuk memetakan plasma-plasma debu dan debu antar-bintang di antara aplikasi-aplikasi lainnya.

http://prl.aps.org/abstract/PRL/v105/i11/e118103

Kategori Terkait:

Sabtu, 18 April 2015

Artikel Sains: Ular Pun Memakai Ilmu Fisika Ketika Memangsa

Banyak orang percaya bahwa ular menyuntikkan bisa beracun ke dalam tubuh korbannya menggunakan taring berlubang. Faktanya, sebagian besar ular dan reptil berbisa lainnya tak mempunyai gigi taring berlubang. Kini para fisikawan mengetahui trik yang digunakan binatang itu untuk memasukkan bisa beracunnya ke dalam kulit korbannya. 

Selama bertahun-tahun, Leo von Hemmen, ahli biofisika di TU Muenchen, dan Bruce Young, ahli biologi di University of Massachusetts Lowell, telah meneliti indra pendengaran ular. Ketika mendiskusikan toksisitas ular, mereka menyadari bahwa hanya sedikit ular yang menginjeksikan bisanya ke tubuh korban menggunakan taring berlubang. Meski sebagian besar reptil berbisa tak memiliki taring berlubang, mereka adalah predator efektif. 

Hanya sekitar sepertujuh dari seluruh ular berbisa, seperti ular derik, mengandalkan trik taring berlubang. Ular lainnya mengembangkan sistem lain, seperti ular mangrove pit viper (Boiga dendrophila). Menggunakan taring kembarnya, ular Boiga melubangi kulit korbannya. Bisa mengalir masuk ke luka di antara gigi dan jaringan. Namun ada cara lain yang lebih mudah, banyak taring mempunyai lekukan untuk mengalirkan bisa ke dalam luka. 

Para ilmuwan penasaran bagaimana metode sederhana seperti itu bisa sangat berhasil dari sudut pandang evolusioner. Bulu burung, misalnya, dapat dengan mudah mengibaskan bisa yang mengalir sepanjang lekukan terbuka. Untuk mengungkap misteri itu, mereka menyelidiki tegangan permukaan dan kekentalan berbagai bisa ular. Pengukuran tersebut memperlihatkan bahwa bisa ular sangatlah kental. 

Tegangan permukaan bisa ular cukup tinggi, hampir sama dengan air. Hal itu menyebabkan energi permukaan menarik tetesan bisa ke lekukan taring, lalu menyebar. Dalam perjalanan evolusi, ular beradaptasi terhadap mangsanya menggunakan kombinasi geometri lekukan taring optimal dan viskositas bisa. “Ular yang memangsa burung mengembangkan lekukan yang lebih dalam agar cairan bisa kental tak tersapu oleh bulu burung,” kata von Hemmen. 

Para ilmuwan juga menemukan jawaban bagaimana ular memasukkan bisanya ke kulit mangsanya dan memicu timbulnya efek mematikan. Dalam soal ini, ular mengembangkan trik dalam evolusinya. Ketika ular menyerang, lekukan taring dan jaringan di sekitarnya membentuk sebuah kanal. Jaringan akan menyerap bisa lewat kanal tersebut. 

Bisa ular memiliki struktur khusus untuk mendukung efek tersebut. Sama seperti saus tomat, yang menjadi lebih cair ketika dikocok, tekanan yang muncul dari isapan itu menyebabkan kekentalan bisa berkurang, membuatnya dapat mengalir dengan mudah melewati kanal dengan cepat karena pengaruh tegangan permukaan. Von Hemmen menyebut karakteristik substansi ini sebagai cairan non-Newtonian. Trik ini sangat praktis bagi ular. Selama tak ada mangsa yang terlihat, bisa dalam lekukan taring akan tetap kental dan lengket. “Ketika ular menyerang, cairan beracun akan mengalir sepanjang lekukan taring, memasuki luka, dan menimbulkan efek mematikan,” katanya. (Kaskus)